Friday, November 10, 2017

Pesan Buat Laki-Laki Yang Baru Mengenal Cinta


 Sebenarnya tulisan ini saya buat untuk nasihat. Karena kita sering melihat banyak sekali anak kecil yang sudah berani mengenal cinta, bahkan pacaran.



Ya, begitulah dek kalau sudah berani mengenal Cinta. 
Mencintai itu hampir sama seperti kita memanjat pohon. Kita punya tujuan untuk memetik sesuatu. Entah itu buah, bunga, daun atau cuma tangkainya saja. Setiap langkah adalah sebuah wujud perjuangan. Semakin tinggi, semakin segera meraih apa yang diinginkan. Tapi perlu diingat, semakin tinggi pula kita memanjat, semakin sakit kalau terjatuh. 

Makanya, jika perjuangannya sedikit, pasti jatuhnya tidak terlalu sakit. Kenapa? Karena kita naik belum seberapa tingginya, belum besar perjuanganya. Dari sini bisa diambil sebuah kesimpulan, setiap orang pasti ingin mengenal cinta, atau paling tidak sedang berusaha mendapatkan cinta. Dan setiap orang yang mau mengenal cinta, ya harus siap dengan konsekuensinya. Karena cinta pasti akan berujung pada duka. Nggak semuanya, tapi! Ada bahagianya juga, muramnya, sulitnya, apesnya, hambarnya, dll. Cinta itu banyak. Bisa didapat dari siapa saja. Datang dari mana saja. Pergi kapan pun ia mau dan kembali lagi ketika mulai merasa rindu. 

Ya begitulah dek, kira-kira. 
Mbak tidak menyalahkan kamu jika kamu marah, emosi. Apalagi kamu itu seorang laki-laki. Dan setiap orang punya cara masing-masing untuk melampiaskan amarahnya, asalkan masih batas sewajarnya. Kalau bicara masalah dewasa, tentu kamu jauh dari kata dewasa. Nggak terima, dek? 

Gini ya, banyak yang umurnya sudah berpuluh-puluh tahun, tapi sifat ‘egois-nya’ masih segunung. Apalagi kamu masih SMP, wajar saja jika kamu ‘ndoyong’ apabila dihajar oleh sakitnya cinta. 

Mari, begini saja, dek. Jadilah yang lebih berani dari ini. Berani mengenal cinta, berani juga menerima duka. Dan, tidak perlu emosi berlebihan karena semua itu percuma. Kamu ngotot ingin sama dia, padahal Allah telah menetapkan segalanya. Ya, segala-galanya. 

Dan satu lagi, jangan terlalu menjelek-jelekkan seseorang yang menurutmu telah menyakitimu. Kadang yang kita lihat, tidak seperti yang sebenarnya. Lihat saja, dunia tidak hancur setelah hal itu terjadi, kan? 

Ingat sholatmu, maka insya allah reda sakitmu. Ingat Tuhan, bukan mantan. 

Tentang Ilalang

Ilalang  



Dia tumbuh dengan begitu liar di pinggir jalan, dan di tempat-tempat yang biasa Kalian melihatnya. Ia masih sama dari dulu sampai sekarang, tumbuh dimanapun ia mau meski hanya untuk dicabut. Tumbuh di tempat berkembang-biaknya pun juga dicabut, untuk kepentingan para manusia, sedangkan untuk hewan kebanyakan tidak suka memakannya. Ia benar-benar liar, tumbuh berulang-kali meski nanti pasti dicabut lagi. Ia tetap merasa bahagian dan harus tetap tumbuh dengan daun tunggal yang tajam, warna bunga sederhana namun menawan mata. 

Ia sempat berpikir;
"Kenapa banyak yang mengabaikanku. Aku bisa lebih indah jika jumlahku banyak. Bungaku bisa gugur lalu terbang bagaikan kupu-kupu, tubuhku begitu pintar mengikuti liak-liuk angin. Aku melakukan itu untuk Kalian, yang mau sebentar saja memandang. "

Kebingungan itu tidak urungkan niatnya untuk berkembang, menghiasi tanah yang memberikannya ruang untuk muncul ke permukaan bumi. Ia berterimakasih. Meski harus berkelana mencari dimana tempat yang begitu senang menerimanya. Tidak peduli manusia yang mau memeliharanya itu Si Miskin atau Si Kaya. Sebab ia bukanlah tanaman hias yang diperjual-belikan. Ia hanyalah penganggu bagi beberapa orang. 
Ia sudah biasa disingkirkan lalu diganti oleh lahan. Namun ia selalu suka, memandang dari jauh rumah-rumah yang indah. Penuh dengan tumbuhan hijau mahal yang berbunga warna-wangi,tangkai kokoh dan daunya menyirip. Banyak sekali, dan Ia tak pernah iri.

Pernah juga ketika Ia; Sang Ilalang, duduk dan berdiam di sebuah yang lapang. Mencoba membuat istana disana dan hal membahagiakan pun terjadi. Anak-anak berlari dan menyenggol bunganya, tersenyum, cekikikan, lompat-lompat dan bernyanyi. Sebagian lagi, yang sudah dewasa, malah memilih berfoto di antara Ilalang. Mereka terlihat takjub dan tertarik untuk mengabadikannya. 

Ilalang bahagia, bahagia sekali. 

Ia masih giat berusaha. Tumbuh di pinggir jalan raya yang masih banyak hutannya. Sesekali mata pengendara dan pejalan kaki mengamati;
“Indah sekali jalan ini. “

Thursday, November 9, 2017

Puisi Berjudul 'Oh, Nista'


 Puisi di bawah ini bercerita tentang sebuah keinginan menjadi lebih baik di bulan Januari. Meninggalkan masalalu dan berharap luka-luka yang lama segera sirna.






Oh, Nista!

Penulis: Ida selfia



Aku menggubah lagi


Langkah tepi di genangan rerindu Ilahi, memaksaku jauh dari gerugut yang beresidu mutiara


serta gejolak candu cinta


Aku buta, Baginda!


Senja kugamit dengan ronta-asa suka kepada para pria


Animo kasar mengakar, pada tirus napasku, prahara ke(ada)anku.


Abdi mengerti:


Cerat kerap rela pada aga dan kia, kemujuran maya sempat kubaca nyata , padahal itu ialah satu dari jejuta depresi raga


Maaf kepada Januari anyar,

biar buyar perca-perca tak wajar, biar bisu masa obselet


Hingga kurasa padam


Oh, Nista, Luruh tenggelam!.

Tuesday, November 7, 2017

Puisi berjudul 'Buaya'

 Penulis: Ida Selfia
Judul: Buaya

Puisi ini bercerita tentang kesakit-hatian oleh laki-laki buaya darat. Ups, nggak usah baper ya  kawan. 👍💪👏





Buaya!

Terbayang pentatonik yang kauumbar, pada sunyi ranah petangku
Dengan irama candu, kausedapkan Januari
Pula kerlip bintang berparas legi.

Pertama,
Kau gurat resah pada reranting nurani, sehingga kumenggigil,
Di bawah nuansa luka, yang ayu tiada duanya.

Kedua,
Benarbenar tirus dirasa, hangat tak 'kan ternikmat
Pabila hati diracuni oleh segumpal emosi imaji.

Ketiga,
Aku kaucampa, dasar buaya!

Sunday, November 5, 2017

Puisi 'Lara Pohon'

Puisi ini bercerita tentang pohon kita yang hampir punah; Mangrove.




Judul : Lara Pohon

Penulis : Ida Selfia



Semu coklatku menemu

Risalah harpa nyenyanyian burung kini terurung,

Melusuh tinggali koyak segunung

Memeram sunyi diantara sepi

Terlerai batangku, hilang temulangku


Tuhan,

Aku berang!

Terang benderangku terampit petang

Gembur tanahku layak kerontang

Berbanjar duri,

Batangku dibuli

Daunku tak semi


Aku terlerai mala

Jiwa berlaga, senja lara sempurna.

Katanya,"lestarikan!"

Apa janji?

Apa bukti?

Terkubur beban,

Kau Lipan!

Setan!


Serupa pancang pincang; siluetku

Merajam tulang; gamblang!

Di tepi muara Battoa, rintihan bisu pepohon melagu

Keluh demi keluh meruntuh rontokkan tangguh

Aku ingin melihat terian gugur para satelit

Sampai hancur lebur kawanku

Tiada yang jaga aku, hijaukan emasku.

Cerpen 'Tapi Raka Masih Tidak Mendengarnya'

Judul : Tapi Raka Masih Tidak Mendengarnya
Penulis: Ida Selfia






       Aku terus memaksa tanganku untuk menulis pesan. Sudah berkali-kali aku mengerutkan dahi.
“Ayolah Ka, sudah hampir 5 jam aku disini. Apa kamu sedang sibuk? Atau sakit?” Aku terus menulis pesan untuk Raka.
Berbagai pikiran yang buruk mulai bersemayam di otakku. Aku khawatir padanya. Dan aku tidak mungkin terus duduk di stasiun ini.
Raka belum juga membalas pesanku. Aku semkin khawatir.

    Hujan semakin deras. Lebih deras dari yang sebelumnya. Awan hitam semakin besar. Angin berhembus lebih kasar.
“sial! Aku lupa membawa payung”. Akhirnya aku berlari menerjang hujan. Tidak ada payung atau pun topi. Ah, aku basah kuyub.
Angin yang kasar masih bertahan dengan tiupannya. Terus mendorong tubuhku, terus memandikanku. Desahan kecil keluar dari mulutku. Pakaianku basah. Aku kedinginan. Kejadian ini sama dengan minggu-minggu yang lalu. Selalu saat hujan dan selalu 5 jam. Raka selalu memintaku menunggunya di stasiun kereta yang coklat ini. Selalu ada angin dan decitan rel yang berbisik pelan. Dan saat aku sampai di halte, selalu ada 2 insan yang duduk berdua di stasiun. Sepertinya mereka sedang menunggu kereta malam. Aku dapat melihat mereka dari kejauhan. Ah aku teringat lagi pada Raka yang telah bersamaku selama 3 tahun.

    Kelip lampu LED menyita perhatianku. “Cepatlah pulang” sebuah pesan dari seorang laki-laki yang telah bersamaku selama 3 tahun. Pesan itu mempercepat langkahku.
Aku berlari, aku tidak memperdulikan hujan yang terus menghantam tubuhku, ataupun angin yang terus menusuk-nusuk kulitku.
Hujan terus menjatuhi kelopak mataku, menghalangi pandanganku. Aku tidak bisa membuka mata dan melihat sekeliling. Hanya ada cahaya kecil yang terlihat seperti noktah.
Cahaya itu semakin besar dan bertambah besar.
“Raka, aku rindu padamu” hanya kata-kata itu yang ingin kuucapkan.  Cahaya itu semakin mendekat. Sejengkal dari tempat kuberdiri, cahaya itu lebih mirip manusia. Ya, manusia berjubah putih. Dan ia berjalan melewatiku. Sekarang, aku tidak merasakan apapun.

    Aku masih berdiri. Cahaya itu pergi dan tidak terlihat lagi. Pandanganku tertuju pada seorang gadis malang yang tergeletak di rel kereta api. Tubuhnya berlumuran darah.
“Aku harus menolongnya! Maafkan aku Raka, aku akan terlambat pulang” aku mencoba memanggil gadis itu, tapi ia tidak mendengarnya. Hingga orang-orang datang dan berteriak “kecelakaan, kecelakaan”.
“Astaga!” mulutku ternganga melihat jazad gadis itu. Aku mengalihkan pandanganku.
2 orang insan yang sering aku lihat sebelumnya, mereka datang lagi ke stasiun. Aku tidak bias percaya dengan apa yang kulihat. Mereka adalah Raka dan Vina. Aku tidak mengerti dengan apa yang mereka lakukan. Mereka berpelukan! Berciuman!

“Ya Tuhan, apa ini?” kakiku terasa lemas. Aku tidak berdaya. Perlahan, aku mengikuti langkah kaki mereka. Mereka menghampiri jazad wanita yang tadi tertabrak kereta api.
“Ya Tuhan. Isti!” Raka berlari menghampiri jazad wanita itu.
“Ya, itu aku” jawabku, tapi Raka tidak mendengarnya.
“Bagaimana kamu bisa ada disini Isti?” Raka menangis dan memeluk erat gadis itu.
“Kamu yang memintaku Raka. Aku sudah 5 jam disini” jawabku, tapi Raka masih tidak mendengarnya
“Isti, kumohon kembalilah. Aku masih saying padamu” Raka terus menangis dan berkali-kali mencium kening gadis itu.
Aku tersenyum. “Aku akan pulang sesuai perintahmu Raka” ucapanku yang terakhir. Tapi Raka masih tidak mendengarnya.

Thursday, August 14, 2014

Puisi Pertamaku


  Puisi

Puisi-puisi dibawah ini masih sederhana banget. Belum banyak permainan kata-nya, hehe. Maklumlah, ini puisi saya dulu saat pertama kali belajar berpuisi. Sekitar tahun 2014-an lah, lama banget kan? Jadul pastinya. Hehe
Tapi cocok untuk dipelajari anak SMP, bahasanua masih ringan. Tapi siapa saja boleh baca, kok. Happy reading yah. Jangan lupa tinggalin komentar. 😂😊👏👊



KEPUNYAANKU

Perihku menjalar ke tulang rusukku

Terus merambat hingga menutupi
saluran pernafasanku

Semua yang kurasa

Tak seorangpun menerka
Semua yang kuderita
Tak seorangpun bertanya

Aku lemah sendirian

Tidak bisa aku berjalan berlarian

Angan-anganku telah hilang bersama senja biru

Hanya sebuah luka yang kini
menjadi kepunyaanku

*****



KERAPUHANKU


Andai aku sesuci embun yang selalu muncul di pagi hari

Tak akan pernah seorangpun mengabaikanku
Tak akan pernah seorangpun mencibirku
Siapa yang berani mengotori embun?
Tak akan ada

Andai aku secerah kejora yang tinggi di angkasa
Tak akan ada yang mampu menggoresku, melukaiku
Tak akan ada yang meremehkanku
Karena aku teman sang rembulan yang hidup di langit biru

Tapi aku lebih mirip tisyu bagimu
Kertas tisu yang tak seperti pelangi
Tak sesejuk embun ladang surga
Tak semanis gula yang dimakan putri raja

Pabila kau pakai, tak akan bersih lagi
Pabila kau kasari, tak akan utuh lagi
Pabila kau kotori, tak akan pernah dijamah lelaki lain lagi

Setelah koyaknya aku
Setelah sendirinya aku
Tak akan ada lagi selimut baru
Yang mampu menutupi luka kerapuhanku

*****



KITA BERBEDA


Kucoba mengukir asa

Di atas kertas buta ku mulai bercerita

Tak dapat diriku berteriak

Tubuh ini tak mampu bergerak
Hanya hati yang sanggup memberontak
Entah senja atau lusa
Jejakku terhapus hujan
Rupaku bagai terkubur di bawah nisan

Bibirku tak mampu ucapkan kata

Merasa tak lagi ada dalam dunia
Jangankan tubuhku , bayangan
dirikupun tak mampu menginjak bumimu

Kita berbeda

Laksana bintang yang cemerlang
Tak mungkin redup walau telah berganti hidup
Mataku sendu dan buta
Hatiku lemah , tubuhku tak bergairah

Masa laluku

Masa lalumu

Masa depanku

Tidak untuk bersamamu

*****



Aku Sendirian


Disaat rasa mulai menyerah

Ketika hati teriris janji
Tubuhku luka tak terakal dalamnya
Air mataku terbuang sia-sia meratapi kepalsuannya

Dusta merubah pagi segelap petang

Nestapa merusak bintang, menjadikannya hilang

Palsu merobek langit biruku

Rindu, tak tergapai lagi olehku

Aku..

Siang tak terjaga

Senja tak berkawan


Malam sendirian


*****



ARJUNA BARU


Sebuah rasa yang tak terbaca menghampiriku

Ia membelaiku seraya menjelaskan sesuatu

Rasa yang entah untuk siapa

Datang begitu saja dengan sejuta pesona

Tepat di malam ini,

Saat keheningan menyelimutiku
Saat endapan kasih mengeras, pecah diterpa waktu
Saat hati mulai kosong, tak kenal apa itu rindu

Di sisiku menjelma sosok samar-samar

Tak tersentuh, tak lembut, tak juga kasar
Berparas tampan namun ia bukan pendekar

Bayangan itu selalu nyata

Ketika lambaian tangannya menyapa,
Sakit hati yang lama ini rontok sirna

Biarkan kasih laluku berlalu

Biarlah cinta lama itu layu
Karena ia telah datang, arjuna baruku

*****



BIDADARI BODOH


Langkah kakiku terasa begitu berat

Melewati dinginnya malam yang terlanjur melekat
Kau yang ada disana , hanya diam tak mau berkata

Tinggalah aku mengusir sepi sendirian

Tanpa teman , tanpa sapaan dan tanpa senyuman
Entah aku lupa kapan kau memanggil namaku
Walau hanya sekedar menyebut lirih , setengah berbisik

Kapan rasa bosan itu datang kepadamu

Apakah keringat itu tak cukup melambangkan betapa panjangnya perjalananmu

Kapan aku menemukanmu lelah

Lelah mencari kesempurnaan yang tak pasti
Mengapa tak kau coba menoleh ke arahku?
Ke arah sosok sederhana yang selalu menantimu
Begitu butanya engkau sampai tak mengerti betapa aku sayang padamu

Disini , aku seperti seorang bidadari bodoh

Tak tahu waktu , tak tahu cinta
Yang selalu menanti kelelahanmu dalam mencari wanita

***** 



DAUN KECIL


Datanglah musim gugur


Menari-nari daun kecil dari batang hingga ke sumur


Berputar-putar, melintir-lintir seraya menghibur


Jatuhnya tidak biasa


Bagai sandiwara tari yang berwarna kuning bercahaya


Ingin kuambil satu dari mereka


Ku bawa ke bilik kecilku, kuabadikan bagai sebuah harta karun lucu


Yang tak lama pasti melayu


Melayu, berwarna kusam kemudian


Berwarna kusam, kering kemudian


Daun kecil, bukan sembarang daun


Tumbuhnya di tempat kenangan ayah bunda

Yang kini telah tiada
Meninggalkan daun-daun kecil tak seberharga kehadiran mereka

Itu cuma kenangan lama


Tak ada sosok mereka lagi

Hanya rontokan daun bagai hujan saat musim gugur

Semerbak wangi tumbuh dari sekitar pohon daun kecilku


Mekar indah bunga warna kuning keputihan

Daunnya hijau segar

Ini pertanda musim semi telah datang

Sorakku dalam hati riang

Walau tak ada ayah bunda

Aku tetap jalani hidup penuh semangat membara
Di temani daun-daun kecil penyubur hati 
dikala ayah bunda sedang menghadap Sang Pencipta

*****

SAAT KAU TAK BERSAMAKU

Lirik lagu itu masih bersembunyi
Di penghujung hujan saat matahari mulai menerangi
Kini rintiknya sudah tidak terdengar
Tersapu angin hingga tanah mengering tandus

Seperti saat berada di pelukanmu
Mendekap erat bulan kecil yang ada di hadapanku
Karena saat itulah aku masih memilikimu

Waktu telah berbeda
Terus berputar dan berganti masa
Waktu sekarang adalah saat kita tak bersama
Bagai menggenggam air di tanganku
Tak ada yang tinggal di tangan, apalagi di hatiku



________________________________________________

KAU YANG DISANA

Kupandangi cahaya bulan yang menerobos celah diding
Kurasakan hangatnya bila sedang bersanding

Kupandangi kursi depan rumahku
Tempatmu menghapus air mataku kala itu
Telah kulewati waktu ini tanpa kasihmu
Layulah aku tak seperti siang lalu

Aku yang sekiranya selalu ada untukmu
Aku yang selalu ingin dirindukan olehmu

Sedang setiakah kamu kekasihku?
Atau hanya menjauh, sekedar menghilangkan pilu yang beku.

__________________________________________________________
______

I'M NOT A CINDERELLA

eKuakui rasaku tak akan terbalaskan
Di keheningan malam ingin aku tanyakan

Sebuah cinta yang tak semestinya ada
Dia berlalu seolah-olah menanti seseorang yang ia pinta

Aku berusaha melangkahkan kaki ini
Dalam hati, aku tak lupa akan sebuah kata-kata yang belum kuucapkan
"Sebenarnya aku mencintai dia, tapi aku tak punya sepatu kaca seperti cindrella".
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ida selfia, selfi, ida, puisi kisi-kisi, kpkers, komunitas penulis kreatif, indonesian writers community, indonesian writer, international writer, puisi, syairIda Selfia atau lebih familiar di sapa Ida atau ibunya lebih suka memanggilnya Selfi. Lahir di Grobogan tujuh belas tahun lalu, tepatnya 24 September 1997. Saat ini mengenyam pendidikan di SMA ISUDA KEDUNGJATI Jurusan IPA. Kini Ida tinggal di Desa.Ngombak, Kec.Kedungjati ,Kab.Grobogan, Prov.Jateng. Walaupun hobinya menulis cerpen, sejak satu tahun lalu mulai menulis puisi-puisi..


-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pesan Buat Laki-Laki Yang Baru Mengenal Cinta

  Sebenarnya tulisan ini saya buat untuk nasihat. Karena kita sering melihat banyak sekali anak kecil yang sudah berani mengenal cinta, ba...